dikau


di tubuhmu aku mengucap lembayung yang
samarsamar tiada mata yang dikatup suara tanah yang
mendesir
dari lengkung hidung jambu airmu aku membaca gurat waktu yang silam dibawa angin tiada masa yang
habis depa demi depa
dari lentik setengah bulat tumitmu aku menerka masa yang datang tiada kabar entah tanpa suar di ujung hari tanpa terjaga yang
mawas
kala suarasuara kemercit dipan yang
lancip dimakan dingin embun
kala suara hilang di bawah langit yang hilang di balik rambutmu yang
purnama jatuh di matamu kala setapak ubin berubah lenggang kau tatap
dikau yang jemarinya sudah lama debu jadi gunung yang
Jelma bukitbukit yang landai tumbuh mahoni yang
di atasnya tiada sangkar kau pakai kala merangkul bintang buat kau bawa di buku telapakmu
dikau wajah yang kueja sembari lamatlamat kala surau sudah masa penghabisan yang
ditinggal pergi saat bibir ditinggal katakata jadi bisu yang
hanya diam di mana semuanya hanya menyisakan suara dawai tak terpermanai
duhai dikau yang namanya enggan diucap

0 Comments:

Post a Comment



Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda